SURVEI
KEPADATAN LALAT KKP KELAS III BIAK
WILKER PELABUHAN LAUT BIAK
TAHUN
2015
Oleh : Subekhan, SKM
A.
Latar
Belakang
Lalat
merupakan mahluk hidup yang tidak asing lagi bagi kita, karena hidup
berdampingan dengan manusia di sekitar permukiman. Sesungguhnya mahluk ini
tidak diinginkan kehadirannya, karena keberadaannya memberikan reputasi buruk
bagi pemukim. Keberadaan mahluk ini di rumah dapat mengganggu dan menyebarkan
berbagai penyakit dan alergen, dan bila dijumpai di tempat-tempat umum seperti Hotel maupun
tempat pengolahan makan seperti restoran berbintang dapat menurunkan reputasi posisi mereka.
Lalat termasuk jenis serangga pengganggu, sekaligus sebagai serangga penular penyakit karena dapat menyebarkan penyakit kolera, thypus dan disentri serta penyakit perut lainnya. Disamping sebagai vektor secara mekanik, kehadiran lalat disuatu area khususnya dapat juga dijadikan sebagai indikator/petunjuk bahwa area tersebut tidak bersih / tidak hygienis. Kehadiran lalat dan perilakunya dilingkungan manusia dapat menimbulkan kesan jijik dan tidak bersih.
Ditinjau dari aspek kesehatan, pelabuhan merupakan salah satu tempat umum yang potensial terjadinya penularan penyakit, mengingat kapal atau pesawat yang datang dan pergi dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang mengangkut berbagai barang dan penumpang dapat menjadi media perantara penyebaran penyakit dari suatu wilayah ke daerah lain.
Institusi yang berwenang melaksanakan pengawasan dan pengendalian vektor di pelabuhan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). KKP merupakan UPT pusat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL) Kementerian Kesehatan RI. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.2348/Menkes/Per/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan menyebutkan bahwa tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah melaksanakan pencegahan masuk keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, pelaksanaan kekarantinaan, pelayananan kesehatan terbatas di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat serta pengendalian dampak risiko lingkungan (Depkes RI, 2008). Selanjutnya salah satu fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai Permenkes RI. No. 2348/Menkes/Per/XI/2011 tersebut di atas adalah pelaksanaan pengawasan alat angkut dan pengendalian vektor penular penyakit dan risiko lingkungan di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat.
Lalat termasuk jenis serangga pengganggu, sekaligus sebagai serangga penular penyakit karena dapat menyebarkan penyakit kolera, thypus dan disentri serta penyakit perut lainnya. Disamping sebagai vektor secara mekanik, kehadiran lalat disuatu area khususnya dapat juga dijadikan sebagai indikator/petunjuk bahwa area tersebut tidak bersih / tidak hygienis. Kehadiran lalat dan perilakunya dilingkungan manusia dapat menimbulkan kesan jijik dan tidak bersih.
Ditinjau dari aspek kesehatan, pelabuhan merupakan salah satu tempat umum yang potensial terjadinya penularan penyakit, mengingat kapal atau pesawat yang datang dan pergi dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang mengangkut berbagai barang dan penumpang dapat menjadi media perantara penyebaran penyakit dari suatu wilayah ke daerah lain.
Institusi yang berwenang melaksanakan pengawasan dan pengendalian vektor di pelabuhan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). KKP merupakan UPT pusat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL) Kementerian Kesehatan RI. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.2348/Menkes/Per/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan menyebutkan bahwa tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah melaksanakan pencegahan masuk keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, pelaksanaan kekarantinaan, pelayananan kesehatan terbatas di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat serta pengendalian dampak risiko lingkungan (Depkes RI, 2008). Selanjutnya salah satu fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai Permenkes RI. No. 2348/Menkes/Per/XI/2011 tersebut di atas adalah pelaksanaan pengawasan alat angkut dan pengendalian vektor penular penyakit dan risiko lingkungan di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat.
B. Epidemiologi penyakit Akibat populasi Lalat.
Menurut
WHO (2005), vektor adalah serangga atau hewan lain yang biasanya membawa kuman
penyakit yang merupakan suatu risiko bagi kesehatan masyarakat. Menurut
Iskandar (1989), vektor adalah anthropoda
yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber
infeksi kepada induk semang yang rentan. Sedangkan menurut Soemirat (2005), keberadaan vektor penyakit
dapat mempermudah penyebaran agent penyakit. Hal ini ditandai dengan
masuknya agent baru ke dalam suatu lingkungan akan merugikan kesehatan masyarakat
setempat.
Menurut
Nafika (2008), hewan yang termasuk ke dalam vektor penyakit antara lain nyamuk,
lalat dan kecoa. Lalat adalah jenis serangga ini memiliki keunikan dibandingkan
dengan serangga lain, yaitu biasa
meludahi makanannya sendiri, lalat hanya bisa makan dalam kondisi cair.
Sedangkan reaksi lalat terhadap makanan akan mengeluarkan enzim agar makanan
tersebut dapat menjadi cair, setelah makanan tersebut cair akan disedot masuk
ke dalam perut lalat sehingga akan memudahkan bakteri dan virus turut masuk ke
dalam saluran pencernaannya dan berkembang di dalamnya.
Lalat
yang berada di sekitar permukiman adalah lalat rumah Musca domestica dan
lalat hijau Chrysomya megacephala, dan lalat blirik Sarcophaga
sp. Lalat ini berkembang biak pada habitat di tumpukan kotoran, sampah
yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen lainnya.
Populasi lalat yang tinggi atau melimpah dapat mengganggu ketentraman manusia
karena menimbulkan ketidak nyamanan sekitar dan dapat menularkan berbagai jenis
penyakit gangguan pencernaan akibat berbagai jenis bakteri yang ditularkannya.
Lalat mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Telurnya
diletakkan dalam medium yang dapat menjadi tempat perindukan larva. Larva
seringkali makan dengan rakus. Umumnya larva lalat mengalami empat kali molting selama hidupnya. Periode makan
ini bisa berlangsung beberapa hari atau minggu, tergantung suhu, kualitas
makan, jenis lalat dan faktor lain. Setelah itu berubah menjadi pupa.
Kebanyakan larva yang bersifat terestrial ini cenderung meninggalkan medium
larva menuju tempat yang lebih kering untuk pupasi. Stadium pupa bisa beberapa
hari, minggu atau bulan. Lalat dewasa muncul, kemudian terbang, mencari
pasangan untuk kawin, dan yang betina setelah itu akan bertelur.
Populasi
lalat meningkat tergantung musim dan kondisi iklim, dan tersedianya tempat
perindukan yang cocok. Suhu lingkungan, kelembaban udara dan curah hujan adalah
komponen cuaca yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makhluk hidup di alam.
Larva lalat amat rentan terhadap kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang
dan curah hujan yang berlebihan.
Di
daerah tropika, lalat rumah membutuhkan waktu 8-10 hari pada suhu 30 0C dalam
satu siklus hidupnya, dari telur, larva, pupa dan dewasa. Di Indonesia, lalat
hijau yang umum di daerah permukiman adalah Chrysomyia megacephala dan
jenis lalat hijau di ternak yang digembalakan di padang rumput adalah Chrysomyia
bezziana.
Lalat menyukai tempat tempat yang lembab dan
berbau busuk, dimana tempat tersebut cenderung kotor maka kuman penyakit akan
tertempel di badan maupun kaki lalat dan akan mudah untuk mencemari atau
mengotori makanan jika lalat itu hinggap pada makanan. Selain itu, perilaku
lalat terhadap makanan akan mengeluarkan enzim agar makanan tersebut dapat
menjadi cair, setelah makanan tersebut cair akan disedot masuk ke dalam perut
lalat sehingga akan memudahkan bakteri dan virus turut masuk ke dalam saluran
pencernaannya dan berkembang menjadi
penyakit. Contoh penyakit yang ditimbulakan oleh lalat antara lain seperti :
Diare, Kolera, Disentri, Demam Typoid, Yellow Fever, dan gangguan infeksi
saluran pencernaan lainnya.
C.
Tujuan
Tujuan dilakukannya survei ini adalah
untuk mengetahui gambaran kepadatan lalat di daerah Pelabuhan Laut Biak
sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangannya.
D.
Metode
Survei kepadatan lalat dilakukan dengan
metode observasi lingkungan menggunakan
alat flygrill, stopwatch dan counter. Jumlah lalat yang hinggap setiap 30
detik, dihitung sedikitnya pada setiap
lokasi dilakukan 10 kali penghitungan (10 kali 30 detik) dan 5 penghitungan
tertinggi dibuat rata-ratanya dan dicatat daam kartu pencatatan. Survei
dilakukan pada bulan januari s/d
Maret 2015 oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Biak dan hasil
survei dicatat dan dianalisa dalam
bentuk tabel dan penjelasan tabel.
Angka rata-rata merupakan petunjuk (indeks) populasi lalat
dalam lokasi tertentu. Interpretasi hasil pengukuran jumlah lalat yang hinggap
pada “fly grill” per 10x30 detik pada
setiap lokasi adalah sebagai berikut:
0
- 2 : tidak menjadi masalah
(rendah)
3
– 5 : perlu dilakukan pengamanan terhadap
tempat-tempat berbiaknya lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain)
6
– 20 : Populasinya padat dan perlu pengamanan
terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya
pengendaliannya. (tinggi/padat).
21 keatas : poplasinya sangat padat dan perlu
dilakukan pengamanan terhadap tempat- tempat berbiaknya lalat dan tindakan
pengendalian lalat. (sangat
tinggi/sangat padat)
E.
Hasil
Kegiatan
Tabel 1.
Survei kepadatan lalat KKP Kls III Biak
Wilker
Pelabuhan Laut
Bulan Januari s/d Maret Tahun 2015
KEGIATAN
|
Satuan
|
JAN
|
FEB
|
MAR
|
Tingkat Kepadatan Lalat
|
ekor
|
1,25
|
1,38
|
2,59
|
Tindakan Penyemprotan
|
m2
|
0
|
0
|
0
|
Pemakaian Insektisida
|
Ltr/kg
|
0
|
0
|
0
|
Pada tabel 1. Menunjukan tingkat kepadatan lalat di pelabuhan laut biak
tiap bulannya berbeda-beda. Untuk kepadatan bulan januari yaitu 1,25; pada
bulan februari yaitu 1,38; sedangkan pada bulan Maret yaitu 2,59. Tingkat
kepadatan tertinggi terjadi pada bulan maret. Sesuai indicator penilaian
ternyata kepadatan lalat dipelabuhan laut biak periode januari s/d maret 2015
dikategorikan “rendah” artinya tidak
menjadi masalah.
F.
Kesimpulan dan saran
1. Hasil Survei kepadatan lalat
di Pelabuhan Laut Biak triwulan I tahun 2015 menunjukan tingkat kepadatan
cenderung meningkat tetapi masih tergolong rendah.
2. Karena masih tergolong rendah maka tidak ada
masalah sehingga tidak dilakukan
tindakan penyemprotan.
3. Lalat yang ditemukan saat survey adalah jenis lalat rumah (musca domestica)
4. Sekalipun tingkat kepadatan masih rendah, petugas KKP
tetap melakukan kontroling dan penyuluhan agar p[elabuhan sebahgai pintu masuk
tetap dalam mondisi yang bersih dan lebih sehat.
G.
Daftar
Pustaka
- Depkes RI. 2008. Insect Control, Pedoman Pengendalian Lalat di Pelabuhan. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Indonesia
- Sigit, S.H & Upik K. Hadi. 2006. Hama Permukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Indonesia.
- WHO. 2005. Urban vector and pest control. Eleventh report of the WHO Expert Committee on Vector Biology and Control. Technical Report Series 767. World Helth Organization, Geneva, Switzerland.