Rabu, 05 Agustus 2015

Survei Kepadatan Lalat



SURVEI KEPADATAN LALAT KKP KELAS III  BIAK 
WILKER PELABUHAN LAUT BIAK
TAHUN 2015

Oleh : Subekhan, SKM



A.      Latar Belakang
        Lalat merupakan mahluk hidup yang tidak asing lagi bagi kita, karena hidup berdampingan dengan manusia di sekitar permukiman. Sesungguhnya mahluk ini tidak diinginkan kehadirannya, karena keberadaannya memberikan reputasi buruk bagi pemukim. Keberadaan mahluk ini di rumah dapat mengganggu dan menyebarkan berbagai penyakit dan alergen, dan bila dijumpai  di tempat-tempat umum seperti Hotel maupun tempat pengolahan makan seperti restoran berbintang dapat menurunkan reputasi posisi mereka.
Lalat  termasuk jenis serangga pengganggu, sekaligus sebagai serangga penular penyakit karena dapat menyebarkan penyakit kolera, thypus dan disentri serta penyakit perut lainnya. Disamping sebagai vektor secara mekanik, kehadiran lalat disuatu area khususnya  dapat juga dijadikan sebagai indikator/petunjuk bahwa area tersebut tidak bersih / tidak hygienis. Kehadiran lalat dan perilakunya dilingkungan manusia dapat menimbulkan kesan jijik dan tidak bersih.
Ditinjau dari aspek kesehatan, pelabuhan merupakan salah satu tempat umum yang potensial terjadinya penularan penyakit, mengingat kapal atau pesawat yang datang dan pergi dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang mengangkut berbagai barang dan penumpang dapat menjadi media perantara penyebaran  penyakit dari suatu wilayah ke daerah lain.
Institusi yang berwenang  melaksanakan pengawasan dan pengendalian vektor di pelabuhan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). KKP merupakan UPT pusat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL) Kementerian Kesehatan RI. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.2348/Menkes/Per/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan  menyebutkan  bahwa tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah melaksanakan pencegahan masuk keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, pelaksanaan kekarantinaan, pelayananan kesehatan terbatas di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat serta pengendalian dampak risiko lingkungan (Depkes RI, 2008). Selanjutnya salah satu fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai Permenkes RI. No. 2348/Menkes/Per/XI/2011 tersebut di atas adalah pelaksanaan pengawasan alat angkut dan pengendalian vektor penular penyakit dan risiko lingkungan di wilayah pelabuhan/bandara dan lintas batas darat.

B.       Epidemiologi penyakit  Akibat  populasi Lalat.
       Menurut WHO (2005), vektor adalah serangga atau hewan lain yang biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu risiko bagi kesehatan masyarakat. Menurut Iskandar (1989), vektor adalah anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sedangkan menurut  Soemirat (2005), keberadaan vektor penyakit dapat mempermudah penyebaran agent penyakit. Hal ini  ditandai dengan   masuknya agent baru ke dalam suatu lingkungan akan merugikan kesehatan masyarakat setempat.
       Menurut Nafika (2008), hewan yang termasuk ke dalam vektor penyakit antara lain nyamuk, lalat dan kecoa. Lalat adalah jenis serangga ini memiliki keunikan dibandingkan dengan serangga lain, yaitu  biasa meludahi makanannya sendiri, lalat hanya bisa makan dalam kondisi cair. Sedangkan reaksi lalat terhadap makanan akan mengeluarkan enzim agar makanan tersebut dapat menjadi cair, setelah makanan tersebut cair akan disedot masuk ke dalam perut lalat sehingga akan memudahkan bakteri dan virus turut masuk ke dalam saluran pencernaannya dan berkembang di dalamnya.
Lalat yang berada di sekitar permukiman adalah lalat rumah Musca domestica dan lalat hijau Chrysomya megacephala, dan lalat blirik Sarcophaga sp. Lalat ini berkembang biak pada habitat di tumpukan kotoran, sampah yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen lainnya. Populasi lalat yang tinggi atau melimpah dapat mengganggu ketentraman manusia karena menimbulkan ketidak nyamanan sekitar dan dapat menularkan berbagai jenis penyakit gangguan pencernaan akibat berbagai jenis bakteri yang ditularkannya.
          Lalat mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Telurnya diletakkan dalam medium yang dapat menjadi tempat perindukan larva. Larva seringkali makan dengan rakus. Umumnya larva lalat mengalami empat kali molting selama hidupnya. Periode makan ini bisa berlangsung beberapa hari atau minggu, tergantung suhu, kualitas makan, jenis lalat dan faktor lain. Setelah itu berubah menjadi pupa. Kebanyakan larva yang bersifat terestrial ini cenderung meninggalkan medium larva menuju tempat yang lebih kering untuk pupasi. Stadium pupa bisa beberapa hari, minggu atau bulan. Lalat dewasa muncul, kemudian terbang, mencari pasangan untuk kawin, dan yang betina setelah itu akan bertelur.
       Populasi lalat meningkat tergantung musim dan kondisi iklim, dan tersedianya tempat perindukan yang cocok. Suhu lingkungan, kelembaban udara dan curah hujan adalah komponen cuaca yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makhluk hidup di alam. Larva lalat amat rentan terhadap kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang dan curah hujan yang berlebihan.
Di daerah tropika, lalat rumah membutuhkan waktu 8-10 hari pada suhu 30 0C dalam satu siklus hidupnya, dari telur, larva, pupa dan dewasa. Di Indonesia, lalat hijau yang umum di daerah permukiman adalah Chrysomyia megacephala dan jenis lalat hijau di ternak yang digembalakan di padang rumput adalah Chrysomyia bezziana.
        Lalat menyukai tempat tempat yang lembab dan berbau busuk, dimana tempat tersebut cenderung kotor maka kuman penyakit akan tertempel di badan maupun kaki lalat dan akan mudah untuk mencemari atau mengotori makanan jika lalat itu hinggap pada makanan. Selain itu, perilaku lalat terhadap makanan akan mengeluarkan enzim agar makanan tersebut dapat menjadi cair, setelah makanan tersebut cair akan disedot masuk ke dalam perut lalat sehingga akan memudahkan bakteri dan virus turut masuk ke dalam saluran pencernaannya dan berkembang menjadi penyakit. Contoh penyakit yang ditimbulakan oleh lalat antara lain seperti : Diare, Kolera, Disentri, Demam Typoid, Yellow Fever, dan gangguan infeksi saluran pencernaan lainnya.

C.       Tujuan
        Tujuan dilakukannya survei ini adalah untuk mengetahui gambaran kepadatan lalat di daerah   Pelabuhan Laut Biak sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangannya.
D.      Metode
       Survei kepadatan lalat dilakukan dengan metode observasi lingkungan  menggunakan alat flygrill, stopwatch dan counter. Jumlah lalat yang hinggap setiap 30 detik, dihitung sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan 10 kali penghitungan (10 kali 30 detik) dan 5 penghitungan tertinggi dibuat rata-ratanya dan dicatat daam kartu pencatatan. Survei dilakukan pada bulan januari s/d Maret 2015 oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Biak  dan hasil survei  dicatat dan dianalisa dalam bentuk tabel dan penjelasan tabel.
        Angka rata-rata  merupakan petunjuk (indeks) populasi lalat dalam lokasi tertentu. Interpretasi hasil pengukuran jumlah lalat yang hinggap pada “fly grill” per 10x30 detik pada setiap lokasi adalah sebagai berikut: 
 0 - 2          : tidak menjadi masalah (rendah)
3 – 5         : perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain)
6 – 20   : Populasinya padat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya. (tinggi/padat).
                   21 keatas : poplasinya sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-  tempat berbiaknya lalat dan tindakan pengendalian lalat. (sangat tinggi/sangat padat)


E.      Hasil Kegiatan
Tabel 1.
Survei kepadatan lalat KKP  Kls III Biak
Wilker  Pelabuhan Laut
Bulan Januari s/d Maret Tahun 2015
 
KEGIATAN
Satuan
JAN
FEB
MAR
Tingkat Kepadatan Lalat
ekor
1,25
1,38
2,59
Tindakan Penyemprotan
m2
0
0
0
Pemakaian Insektisida
Ltr/kg
0
0
0
   

Pada tabel 1. Menunjukan  tingkat kepadatan lalat di pelabuhan laut biak tiap bulannya berbeda-beda. Untuk kepadatan bulan januari yaitu 1,25; pada bulan februari yaitu 1,38; sedangkan pada bulan Maret yaitu 2,59. Tingkat kepadatan tertinggi terjadi pada bulan maret. Sesuai indicator  penilaian ternyata kepadatan lalat dipelabuhan laut biak periode januari s/d maret 2015 dikategorikan  “rendah” artinya tidak menjadi masalah.

F.      Kesimpulan  dan saran
1.   Hasil Survei kepadatan  lalat di Pelabuhan Laut Biak triwulan I  tahun 2015 menunjukan tingkat     kepadatan cenderung meningkat tetapi masih tergolong rendah.
2.    Karena masih tergolong rendah maka tidak ada masalah   sehingga tidak dilakukan tindakan penyemprotan.
3.     Lalat yang ditemukan  saat survey adalah jenis  lalat rumah (musca domestica)
4.  Sekalipun tingkat kepadatan masih rendah, petugas KKP tetap melakukan kontroling dan penyuluhan agar p[elabuhan sebahgai pintu masuk tetap dalam mondisi yang bersih dan lebih sehat.

G.       Daftar Pustaka
  1. Depkes RI. 2008. Insect Control, Pedoman Pengendalian Lalat di Pelabuhan. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Indonesia

  1. Sigit, S.H & Upik K. Hadi. 2006. Hama Permukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Indonesia.

  1. WHO. 2005. Urban vector and pest control. Eleventh report of the WHO Expert Committee on Vector Biology and Control. Technical Report Series 767. World Helth Organization, Geneva, Switzerland.

PK KKP BIAK DESEMBER 2021

  https://drive.google.com/file/d/1gGqUjITzrVDbxARA5G68kZWH4dfAejKO/view?usp=sharing